Jumat, 26 November 2010

Sebagian besar ilmu kimia organisme hidup menyangkut 5 golongan senyawa utama, yaitu: karbohidrat, lipida, mineral, asam nukleat dan protein. Protein menentukan kebanyakan sifat-sifat yang ditemukan dalam kehidupan. Protein menentukan metabolisme, membentuk jaringan dan membertikan kemungkinan bagai kita untuk bergerak. Protein juga berfungsi mengangkut senyawa-senyawa dan melindungi kita dari penyebaran mikroorganisme yang merugikan.

Bahkan sifat-sifat yang diturunkan oleh suatu organisme untuk membentuk bermacam-macam jenis protein dengan kecepatan yang berbeda (Gilvery, 1996). Selain itu proses kimia dalam tubuh dapat berlangsung dengan baik karena adanya enzim, suatu protein yang berfungsi sebagai biokatalis. Di samping itu hemoglobin dalam butir darah merah (eritrosit) yang berfungsi mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh adalah salah satu jenis protein (Riawan, 1990).

Tumbuhan membentuk protein dari CO2, H2O dan senyawa nitrogen. Hewan yang memakan tumbuhan mengubah protein nabati menjadi protein hewani. Di samping digunakan untuk pembentukan sel-sel tubuh, protein juga dapat digunakan sebagai sumber energi bila tubuh kita kekurangan karbohidrat dan lemak. Komposisi rata-rata unsur kimia yang terdapat dalam protein ialah sebagai berikut: karbon 50%, hydrogen 7%, oksigen 23%, nitrogen 16%, belerang 0-3% dan fosfor 0-3%. Dengan berpedoman pada kadar nitrogen sebesar 16%, dapat dilakukan penentuan kandungan protein dalam suatu bahan makanan .

Protein memiliki molekul besar dengan berat molekul bervariasi antara 5000 hingga jutaan. Dengan cara hidrolisis oleh asam atau oleh enzim, protein akan menghasilkan asam-asam amino. Ada 20 jenis asam amino yang terdapat dalam molekul protein. Asam-asam amino ini terikat satu dengan lain oleh ikatan peptide. Protein mudh dipengaruhi oleh suhu tinggi, pH, dan pelarut organik (Riawan, 1990)

Asam amino adalah senyawa yang mempunyai gugus karbkosil (-COOH) dan gugus amino (-NH2). Rumus umum untuk asam amino adalah:
NH2
H-C-COOH
R

Dari rumus umum tersebut dapat dilihat bahwa atom karbon alfa adalah atom karbon asimetrik, kecuali bila R adalah atom H. Oleh karena itu asam amino memiliki sifat memutar bidang cahaya terpolarisasi atau aktivitas optik. Oleh karena aton karbon asimetrik, maka molekul asam amino mempunyai dua konfigurasi D dan L. Molekul asam amino dikatakan mempunyai konfigurasi L apabila gugus –NH2 terdapat di sebelah kiri atom karbon alfa. Bila posisi gugus –NH2 di sebelah kanan, molekul asam amino itu memiliki konfigurasi D.

Hal ini seperti konfigurasi D-gliseraldehida yang memiliki gugus –OH di sebelah kanan atom karbon asimetrik. Asam-asam amino yang terdapat pada protein umumnya mempunyai konfigurasi L. Asam amino yang mempunyai konfigurasi D dapat diperoleh dari organisme mikro, misalnya D-asam glutamate dari Bacillus anthracis, D-alanin terdapat pula dalam dinding sel bakteri. D-asam amino dapat pula diperoleh sebagai hasil hidrolisis antibiotic gramisidin atau basitrasin. Konfigurasi asam amino tidak ada hubungannya dengan arah putaran cahaya terpolarisasi (Riawan, 1990).

Sifat-sifat Asam Amino

Seperti yang sudah diutarakan di atas, asam-asam alfa amino bersifat optis aktif kecuali glisin (asam amino asetat). Pada umumnya mereka larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organic non-polar seperti eter, aseton dan chloroform. Sifat asam amino ini berbeda dengan asam karboksilat maupun dengan sifat amina. Asam karboksilat alifatik maupun aromatic yang terdiri atas beberapa atom karbon umumnya kurang larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik. Demikian pula amina pada umumnya tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik (Riawan, 1990).

Apabila asam amino larut dalam air, gugus karboksilat akan melepaskan ion H+, sedangkan gugus amina akan menerima ion H+ sebagaimana yang dituliskan di bawah ini
-COOH -COO- + H+
-NH2 + H+ -NH3

Oleh adanya kedua gugus tersebut, asam amino dalam larutan dapat membentuk ion yang bermuatan positif dan juga negatif (zwitterions) atau ion amfoter (Riawan, 1990). Bila kadar ion hydrogen meningkat, senyawa tersebut akan bersifat basa karena gugusan karboksilat akan mengikat ion H+ sehingga terbentuklah gugusan COOH yang tidak bermuatan.

Gugusan ammonium akan menyebabkan ion tersebut bermuatan positif (bentuk kation). Sebaliknya zwitterions akan bersifat asam karena gugus ammonium akan melepas ion H+ bila kadar ion H+ menurun, sehingga terbentuklah gugusan ammonium yang tidak bermuatan. Akibatnya molekul tersebut menjadi bermuatan negatif (bentuk anion) (Gilvery, 1996).

Dalam suatu sistem elektroforesis yang mempunyai elektroda positif dan negatif, asam amino akan bergerak menuju elektroda yang berlawanan dengan muatan ion asam amino yang terdapat dalam larutan.

Oleh karena muatan itu tergantung pada pH larutan, maka pH larutan dapat diatur sedimikian rupa sehingga ion asam amino tidak bergerak ke arah elektroda positif maupun elektroda negatif dalam sistem elektroforesis. pH yang demikian itu disebut titik isolistrik (Riawan, 1990).

Sebagian dari molekul-molekul mungkin mempunyai muatan negatif, tetapi segera diimbangi oleh molekul-molekul lain dengan muatan positif yang sama banyak: jumlah molekul zwitterions pada titik isolistrik adalah yang paling banyak (Gilvery, 1996).

Pada pH di atas titik isolistrik protein bermuatan negatif, sedangkan di bawah titik isolistrik protein bermuatan positif. Oleh karena itu untuk mengendapkan protein dengan ion logam diperlukan pH larutan di atas titik isolistrik, sedangkan pengendapan dengan ion negatif memerlukan pH di bawah titik isolistrik. Ion-ion positif yang mengendapkan protein antara lain Ag+, Ca++, Zn++, Hg++, Fe++, Cu++ dan Pb++.

Sedangkan ion-ion negatif yang dapat mengendapkan protein ialah ion salisilat, trikloroasetat, pikrat, tanat dan sulfosalisilat. Berdasarkan sifat tersebut putih telur atau susu dapat digunakan sedagat antidote atau penawar racun apabila seseorang keracunan logam berat (Riawan, 1990).

Ditinjau dari strukturnya, protein dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu golongan protein sederhana dan protein gabungan. Protein sederhana adalah protein yang hanya terdiri atas molekul asam-asam amino, sedangkan protein gabungan adalah protein yang terdiri atas protein dan gugus bukan protein. Gugus ini disebut gugus prostetik dan terdiri atas karbohidrat, lipid atau asam nukleat (Riawan, 1990).

Protein sederhana dapat dibagi dalam dua bagian menurut bentuk molekulnya, yaitu protein fiber dan protein globular. Protein fiber mempunyai bentuk molekul panjang seperti serat atau serabut, sedangkan protein globular berbentuk bulat (Riawan, 1990).

Molekul protein fiber terdiri atas beberapa rantai polipeptida yang memanjang dan dihubungkan satu sama lain oleh beberapa ikatan silang sehingga merupakan bentuk serat atau serabut yang stabil. Sifat umum protein fiber ialah tidak larut dalam air dan sukar diuraikan dengan enzim (Riawan, 1990).

Kolagen adalah suatu jenis protein yang terdapat pada jaringan ikat. Protein ini mempunyai struktur heliks tripel. Kolagen tidak larut dalam air dan tidak diuraikan dengan enzim. Namun kolagen dapat diubah oleh pemanasan dalam air mendidih oleh larutan asam atau basa encer menjadi gelatin yang mudah larut dan mudah dicernakann. Hampir 30% protein tubuh adalah kolagen (Riawan, 1990).

Keratin adalah protein yang terdapat dalam bulu domba, sutera alam, rambut, kulit, kuku. Apabila dipanaskan dengan air mendidih dan diregangkan maka konformasi berubah menjadi lembaran berlipat parallel, karena ikatan hydrogen yang menunjang struktur terputus (Riawan, 1990).

Protein globular umumnya berbentuk bulat atau elips dan terdiri atas rantai polipeptida yang berlipat. Pada umumnya gugus R polar terletak di sebelah luar rantai peptida, sedangkan gugus R yang hidrofob terletak di sebelah dalam molekul protein. Protein globular pada umumnya mempunyai sifat dapat larut dalam air, dalam larutan asm dan basa dan etanol. Beberapa jenis protein globular adalah albumin, globulin, histon dan protemin (Riawan, 1990).

Albumin adalah protein yang dapat larut dalam air serta dapat terkoagulasi oleh panas. Larutan albumin dalam air dapat diendapkan dengan penambahan amonium sulfat hingga jenuh. Albumin antara lain terdapat pada serum darah dan bagian putih telur (Riawan, 1990).

Globulin mempunyai sifat sukar larut dalam air murni, tetapi dapat larut dalam larutan garam netral, misalnya larutan NaCl encer. Larutan globulin dapat diendapkan oleh penambahan garam amonium sulfat hingga setengah jenuh. Globulin dapat diperoleh dengan jalan mengekstrasikannya dengan larutan garam (5-10%) NaCl, kemudian ekstrak yang diperoleh diencerkan dengan penambahan air. Seperti albumin, globulin juga dapat terkoagulasi oleh panas. Globulin antara lain tertdapat dalam serum darah, pada otot dan jaringan lain (Riawan, 1990).

Protein gabungan adalah protein yang berikatan dengan senyawa yang bukan protein. Gugus bukan protein ini disebut gugus prostetik. Ada beberapa jenis gabungan antara lain mukoprotein, glikoprotein, lipoprotein dan nucleoprotein (Riawan, 1990).

Reaksi warna untuk asam amino spesifik


Alat dan Bahan
Alat - Alat

Tabung reaksi
Rak tabung reaksi
Pengangas air
Alat vortex
Gelas ukur
Pipet tetes
Gelas pengukur
Lampu spiritus dan penjepit tabung

Bahan-bahan

Larutan encer protein (albumin)
Larutan ZnSO4
Asam sulfosalisilat 20%
Larutan esbach
Kalium ferosianida 5%
Asam asetat glasial
Asam wolframat
Asam metafosfat
Larutan (NH4)SO4
Alkohol pekat, KOH 10%
Larutan kasein 2%
Larutan ninhidrin 0,1%,
Larutan triptofan 0,01%
Larutan merkurisulfat 1%
Larutan NaNO2
Larutan formaldehida encer
Larutan H2SO4
Larutan HNO3 pekat
Larutan amoniak
Klorofenol merah
Na2CO3 2%
HNO3 encer
Larutan Na-hipobromida
Asam sulfosalisilat
Larutan kasein encer
Indikator brom kresel hijau
Asam asetat 2%
Larutan molibdat
Gelatin
Es batu
Larutan amonium sulfat ferosianida.

Cara Kerja

Pengendapan

1.1 Pengendapan dengan menggunakan logam berat melalui tahap-tahap sebagai berikut : ke dalam 2 cc larutan encer protein (albumin) ditambahkan setetes demi setetes larutan ZnSO4 encer, setelah itu catat perubahan yang terjadi, kemudian tambahkan pereaksi tersebut sampai berlebihan, endapan yang terjadi akan larut kembali.

1.2 Pengendapan dengan menggunakan pereaksi alkaloid adalah sebagai berikut : ke dalam empat tabung yang berbeda, masing-masing dimasukkan 2 ml larutan encer protein (albumin). Kemudian pada tabung pertama ditambahkan pereaksi 1-2 tetes asam sulfoslisilat 20%, pada tabung kedua ditambahkan esbach sebanyak 2 ml, pada tabung ketiga ditambahkan kalium ferosianida dan 5 tetes asam asetat glasial tetes demi tetes hingga berlebihan, pada tabung keempat ditambahkan asam wolframat dan asam metafosfat hingga terbentuk endapan. Setelah itu amati perubahan yang terjadi pada masing-masing tabung.

1.3 Pengendapan dengan menggunakan garam netral dan alkohol melalui tahap-tahap sebagai berikut: tambahkan (NH4)2SO4 padat ke dalam 5 ml larutan protein encer (albumin). Lama-kelamaan akan terjadi endapan yang jika diencerkan akan larut kembali. Pada tabung yang berbeda, masukkan satu hingga dua tetes larutan protein pekat dan 2 ml alkohol pekat. Endapan yang terjadi akan larut kembali jika diencerkan.

Reaksi warna

2.1 Uji Biuret
Dua millimeter larutan protein encer (albumin) dalam tabung reaksi dituangi dengan 2 ml KOH 10% (atau 1 ml NaOH 40%). Tambahkan beberapa tetes CuSO4 0,1%, setelah itu amati warnanya.

2.2 Uji Ninhidrin
Ke dalam tabung reaksi yang berisi 4 ml larutan kasein 2% ditambahkan 1 ml larutan 0,1% ninhidrin. setelah divortex, didihkan dengan menggunakan lampu spirtus selama 1 menit. Kemudian dicatat warna yang timbul.

2.3 Uji Triptofan
0,4 ml larutan triptofan 0,01% dalam tabung reaksi ditambahkan dengan pereaksi C setelah itu campuran tersebut dipanaskan pada suhu 65oC selama 15 menit dalam penangas air. Kemudian perubahan yang timbul diamati.

2.4 Uji Millon
Dalam 1 ml larutan protein encer ditambahkan 1 ml larutan merkurisulfat, setelah dipanaskan hingga mendidih, perubahan yang terjadi diamati. Setelah itu didinginkan di bawah air mengalir dan ditambahkan setetes demi setetes laritan NaNO2 1%, kemudian panaskan kembali dan diamati perubahannya.

2.5 Triptofan (Hopkins-Cole)
Dituangkan 1 ml larutan protein encer (albumin) dengan 1 ml larutan formaldehida encer pada tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 1 ml H2SO4 pekat melalui dinding tabung sehingga terbentuk dua lapisan. Kemudian perubahan yang terjadi diamati dan setelah itu tabung digojok.

2.6 Xanthoprotein
Sebuah tabung reaksi diisi dengan 3 ml larutan protein dan I ml HNO3 pekat, kemudian campuran tersebut dididihkan dan kemudian langsung didinginkan. Isi tabung tersebut dibagi ke dalam dua tabung yang berbeda. Pada salah satu tabung diisi dengan amoniak. Amati perubahan yang terjadi dan dibandingkan.

Semua percobaan uji warna dilakukan pada larutan protein encer (albumin) dan gelatin.

Hidrolisis Protein

3.1 Metaprotein
Ke dalam tabung reaksi dituangkan 5 ml larutan protein (asam) dan setetes klorofenol merah sehingga larutan menjadi kuning. Kemudian ditambahkan Na2CO3 2% hingga tercapai titik isolistrik (pada pH 5,4 dan warna larutan menjadi merah muda). Perubahan yang terjadi diamati. Setelah itu larutan dibagi menjadi dua tabung. Tabung pertama dimasak dan kemudian dibagi menjadi dua tabung lagi. Tabung yang pertama dari tabung yang pertama dituangi satu tetes HNO3 encer dan tabung kedua dari tabung pertama dituangi dengan 1 hingga 2 tetes Na2CO3. Kemudian dicatat perubahan kelarutannya. Tabung kedua ditambahkan Na2CO3 secara berlebihan dan kemudian dicatat perubahnnya.

3.2 Proteosa
Ke dalam beberapa ml larutan protein encer (albumin) tambahkan larutan (NH4)2 SO2 hingga jenuh dan kemudian didihkan. Pisahkan endapan yang terjadi kemudian endapan dilarutkan dengan air panas dan digojok. 1 ml larutan itu diuji dengan menggunakan uji biuret dan sisa filtratnya diuji dengan panas dan ferosianida.

Perbedaan sifat bermacam-macam protein

4.1 Albumin dan Globulin
Ke dalam dua tabung reaksi yang masing-masing berisi 2 ml serum encer ditambahkan 1 sampai 2 tetes asam sulfosalisilat pada tabung pertama dan 1 tetes klorofenol merah pada tabung yang kedua. Kemudian warna endapan yang terjadi dicatat. Pada tabung kedua ditambahkan asam asetat 2% dengan hati-hati hingga warna larutan hilang. Kemudian tabung kedua tersebut dimasak. Maka akan terjadi endapan. Setelah itu tabung kedua didinginkan. Larutan tadi dibagi ke dalam dua tabung yang berbeda. Pada tabung pertama ditambahkan 2 ml asam nitrat encer dan pada tabung kedua ditambahkan 2 ml Na2CO3 encer. Perubahan yang terjadi diamati.

4.2 Kasein
Ke dalam sebuah tabung reaksi yang berisi 5 ml larutan kasein encer yang alkalis ditambahkan indicator brom kresel hijau. Kemudian setetes demi setetes asam asetat 2% ditambahkan hingga warna larutan menjadi agak kehijau-hijauan. Endapan yang terjadi dicatat.

4.3 Uji Newman terhadap P dalam Kasein
Ke dalam tabung reaksi yang berisi 2 ml kasein dituangkan 5 tetes HNO3 pekat dan 10 tetes H2SO4 pekat. Kemudian tabung dipanaskan pada lampu spirtus hingga keluar asap putih. Amati perubahan warna yang terjadi. Jika masih berwarna coklat atau hitam, maka dengan hati-hati asam sulfat pekat dialirkan melalui dinding tabung secara hati-hati. Kemudian larutan dipanaskan kembali hingga tidak berwarna. Tabung didinginkan dan sesudah itu ditambahkan ammonium molibdat 2 ml. Setelah itu panaskan hingga 10 menit dan catat warna endapan yang terjadi.

4.4 Gelatin
Sedikit gelatin dicampurkan dengan 10 ml air dalam sebuah tabung. Campuran tersebut digojok hingga homogen. Setelah itu larutan dimasah pada penangas air selama 10 menit. Dan sesudah itu larutan didinginkan dalam es batu. Kemudian, gelatin diambil sebanyak 5 ml dan di tambahkan 1 ml ammonium sulfat ferosianida dan asam asetat beberapa tetes. Amati perubahan yang terjadi.

Sesudah itu, gelatin yang tersisa dilakukan uji warna dan penambahan ammonium sulfat padat.

Hasil Pengamatan

Pengendapan

1.1 Dengan menggunakan logam berat

Tabung 1. Larutan yang terjadi keruh setelah ditetesi sebanyak 13 kali dan warna endapannya menjadi putih encer. Setelah tetesan yang ke -50 endapan putih hilang dan warna larutan menjadi bening.

Tabung 2. larutan menjadi keruh dan terjadi endapan putih setelah ditetesi 10 tetes, setelah tetesan ke 40 larutan menjadi bening namun masih terdapt endapan.

Albumin dengan kasein akan mengalami pengendapan karena mengalami titik isolistrik akibat reaksi antara albumin dan kasein (basa sehingga laritan bermuatan negatif) dengan Zn mengakibatkan terjadinya denaturasi dan koagulasi. Warna keruh disebabkan karena terjadi ikatan antara Zn dengan albumin menjadi Zn proteinat, Zn dapat menjenuhkan larutan hingga pH larutan berada di atas pH isolistrik sehingga gumpalan larut kembali. Hal ini sesuai dengan dasar teori yang dikemukakan oleh Riawan (1990), yang menyatakan bahwa logam berat dapat mengendapkan protein dengan cara menaikkan pH di atas titik isolistrik.

1.2 Pengendapan dengan garam netral dan alkohol

Tabung 1. sebelum dikocok, ada endapan albumin di dasar tabung dan setelah dikocok, endapan larut kembali

Tabung 2. warna larutan menjadi keruh setelah larutan albumin dicampur dengan alcohol panas. Setelah tetesan aquades yang ke 70, warna larutan menjadi agak bening

Albumin mengalami denaturasi akibat adanya pengocokan dengan kuat. Denaturasi adalah perubahan dalam struktur sekunder, tersier dan kkuartener dari suatu protein, baik itu dalam bentuk enzim maupun hormon. Karena ikatan peptide tidak pecah, maka struktur primer tidak terganggu. Selain dengan pengocokan yang kuat, denaturasi juga bias terjadi melalui kondisi adanya penambahan larutan organik, garam dari logam berat, larutan urea dan lain-lain. Pada percobaan di atas, albumin mengalami denaturasi sebab garam netral yang digunakan (ammonium sulfat) dan senyawa organic (alkohol pekat) bersifat higroskopis yang dapat mengikat air. Molekul air dalam albumin diikat oleh garam dan alcohol pekat sehingga albumin tersebut menggumpal. Setelah pengocokan kuat dan penambahan aquades, endapan akan larut kembali karena albumin sudah mendapatkan molekul air dari aquades yang ditambahkan. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang menyatakan bahwa salah satu sifat protein adalah mengalami denaturasi dan koagulasi.

1.3 Pengendapan dengan menggunakan alkaloid

Tabung 1. Pada hasil percobaan, warna larutan menjadi berwarna putih susu.
Tabung 2. Pada hasil percobaan, terjadi endapan berwarna kuning.
Tabung 3. Terjadi endapan putih
Tabung 4. Terjadi endapan dengan asam wolframat tetes

Albumin akan mengalami pengendapan karena mengalami titik isolistrik akibat reaksi antara albumin degan ion-ion negatif mengakibatkan terjadinya denaturasi dan koagulasi. Warna keruh disebabkan karena terjadi ikatan antara ion salisilat dengan albumin, ion-ion negatif dapat menjenuhkan larutan hingga pH larutan berada di bawah pH isolistrik sehingga gumpalan larut kembali. Hal ini sesuai dengan dasar teori yang dikemukakan oleh Riawan (1990), yang menyatakan bahwa logam berat dapat mengendapkan protein dengan cara menurunkan pH di bawah titik isolistrik.

Reaksi Warna

2.1 Uji Biuret

Uji Biuret pada gelatin

Setelah 10 tetes mulai berubah warna (terbentuk cincin ungu), setelah pemberian 13 tetes CuSO4 mulai terdapat cincin ungu di permukaan tabung.

Terjadinya cincin ungu terbentuk dari ikatan antara Cu dan N, unsur N terdapat pada peptida; menghasilkan CuN yang terjadi dalam suasana basa (melalui penggunaan KOH atau NaOH). Makin panjang suatu ikatan peptida, maka warna ungu yang terbentuk makin jelas dan makin tua. Pada hasil percobaan, apabila tabung reaksi digoyang maka cincin ungunya akan hilang menyebar yang berarti ikatan peptidanya lepas dan tidak kuat. Uji biuret berlaku untuk senyawa yang mempunyai ikatan peptida lebih dari satu. Hasil percobaan ini sesuai dengan tinjauan pustaka Riawan (1990) yang menyatakan bahwa protein memiliki ikatan peptida yang ditunjukkan dengan adanya cincin ungu.

Uji Biuret pada albumin

Setelah pemberian KOH 10%, terjadi gumpalan putih susu. Setelah penambahan CuSO4 mulai terdapat cincin ungu muda di permukaan tabung.

Terjadinya cincin ungu terbentuk dari ikatan antara Cu dan N, unsur N terdapat pada peptida; menghasilkan CuN yang terjadi dalam suasana basa (melalui penggunaan KOH atau NaOH). Makin panjang suatu ikatan peptida, maka warna ungu yang terbentuk makin jelas dan makin tua. Pada hasil percobaan, apabila tabung reaksi digoyang maka cincin ungunya akan hilang menyebar yang berarti ikatan peptidanya lepas dan tidak kuat. Uji biuret berlaku untuk senyawa yang mempunyai ikatan peptida lebih dari satu. Hasil percobaan ini sesuai dengan tinjauan pustaka Gilvery (1996) yang menyatakan bahwa protein memiliki ikatan peptida yang ditunjukkan dengan adanya cincin ungu.

2.2. Uji Millon

Uji Millon pada gelatin

Sebelum penambahan larutan NaNO3 tidak terdapat endapan dan tidak terjadi perubahan warna. Setelah penambahan warna larutan menjadi putih dan tidak ada endapan

Percobaan ini kurang berhasil karena seharusnya Hg yang terdapat pada HgSO4 berikatan dengan NaNO3 membentuk kompleks warna merah. Kegagalan percobaan ini mungkin karena pipet yang digunakan kurang bersih atau sudah terkontaminasi dengan larutan lain. Penambahan tetes NaNO3 mungkin juga tidak sama dengan prosedur yang seharusnya dilakukan. Pada percobaan yang benar, seharusnya tidak terdapat warna merah yang merupakan indikasi adanya asam amino tirosin. Karena protein yang digunakan adalah gelatin dan gelatin tidak mengandung asam amino tersebut, maka uji Millon tersebut berhasil negatif.

Uji Millon pada albumin

Sebelum penambahan larutan NaNO3 tidak terdapat endapan dan tidak terjadi perubahan warna. Setelah penambahan warna larutan menjadi putih keruh dan ada endapan berwarna merah.

Pada percobaan terdapat warna merah yang merupakan indikasi adanya asam amino tirosin. Endapan merah yang terjadi tersebut karena merkuri berikatan dengan hiroksi dari albumin menjadi HgNO3. Karena protein yang digunakan adalah albumin dan albumin mengandung asam amino tersebut, maka uji Millon tersebut berhasil positif. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka Harper (1980) yang menyatakan bahwa reaksi warna Millon bertujuan untuk mengetahui adanya asam amino tirosin yang ditandai adanya warna endapan merah.

2.3 Uji Hopskin Cole

Uji Hopskin Cole pada gelatin

Pada hasil percobaan, sebelum tabung reaksi digojog, terbentuk cincin ungu. Setelah digojok, cincin ungu memudar dan warna larutan menjadi bening.

Uji Hopskin Cole bertujuan untuk mengetahui apakah dalam suatu zat dan senyawa terdapat asam amino triptofan atau tidak. Pada percobaan ini terdapan warna ungu yang merupakan indikasi adanya gugus triptofan pada gelatin. Untuk mengetahui apakah terdapat asam amino ini, dengan penambahan formaldehida, aldehid akan berikatan dengan gugus indol asam amino triptofan membentuk cincin ungu. Percobaan ini sesuai dengan tinjauan pustaka Harper, 1980 yang menyatakan bahwa reaksi warna Hopskin Cole, bertujuan untuk mengetahui adanya gugus triptofan yang jika berhasil positif, maka akan menunjukkan indikasi warna ungu.

Uji Hopskin Cole pada albumin

Pada hasil percobaan, sebelum tabung reaksi digojog, terbentuk cincin ungu yang tipis. Setelah digojok, terdapat endapan yang berwarna bening ungu.

Uji Hopskin Cole bertujuan untuk mengetahui apakah dalam suatu zat dan senyawa terdapat asam amino triptofan atau tidak. Pada percobaan ini terdapan warna ungu yang merupakan indikasi adanya gugus triptofan pada albumin. Untuk mengetahui apakah terdapat asam amino ini, dengan penambahan formaldehida, aldehid akan berikatan dengan gugus indol asam amino triptofan membentuk cincin ungu. Percobaan ini sesuai dengan tinjauan pustaka Harper, 1980 yang menyatakan bahwa reaksi warna Hopskin Cole, bertujuan untuk mengetahui adanya gugus triptofan yang jika berhasil positif, maka akan menunjukkan indikasi warna ungu.

2.4 Uji Xanthoprotein

Uji Xanthoprotein pada gelatin

Pada hasil percobaan terdapat endapan putih setelah dilakukan pemanasan. Pada tabung pertama yang ditambah dengan amoniak, warna larutan menjadi berwarna kuning, sedangkan tabung kedua yang tidak ditambah amoniak tidak berwarna.

Pada dasarnya, uji Xanthoprotein bertujuan untuk mengetahui adanya gugus aromatic (benzene) yang berupa asam amino tirosin, triptofan dan fenilalanin. Pada uji ini terbentuk warna kuning yang merupakan indikator adanya asam amino-asam amino tersebut. Hal ini sesuai dengan dasar teori dan tinjauan pustaka Harper, 1980 yang menyatakan bahwa reaksi warna Xanthoprotein bertujuan untuk mengetahui adanya gugus aromatik asam amino yang memiliki gugus aromatik (benzene) yang ditunjukkan dengan adanya warna kuning.

Uji Xanthoprotein pada albumin

Pada hasil percobaan terdapat endapan putih susu setelah dilakukan pemanasan. Pada tabung pertama yang ditambah dengan amoniak, warna larutan menjadi berwarna kuning, sedangkan tabung kedua yang tidak ditambah amoniak tidak berwarna.

Pada dasarnya, uji Xanthoprotein bertujuan untuk mengetahui adanya gugus aromatic (benzene) yang berupa asam amino tirosin, triptofan dan fenilalanin. Pada uji ini terbentuk warna kuning yang merupakan indikator adanya asam amino-asam amino tersebut. Hal ini sesuai dengan dasar teori dan tinjauan pustaka Harper, 1980 yang menyatakan bahwa reaksi warna Xanthoprotein bertujuan untuk mengetahui adanya gugus aromatik asam amino yang memiliki gugus aromatik (benzene) yang ditunjukkan dengan adanya warna kuning.

2.5 Uji Molisch

Uji Molisch pada gelatin

Pada hasil percobaan tidak terdapat cincin ungu, warna yang terjadi malah hijau tua

Uji Molisch bertujuan untuk mengetahui adanya sakarida dan glikosida pada suatu senyawa protein. Hasil yang positif seharusnya berwarna ungu. Pada hasil percobaan, warna yang terjadi adalah hijau tua yang kemungkinan terjadi kontaminasi pipet atau gelatin yang digunakan terlalu sedikit sehingga tidak tercapai efek yang diinginkan. Kadar karbohidrat dalam gelatin sedikit. Karbohidrat dengan penambahan asam pekat mengalami dehidrasi menjadi furfural. Jika furfural ditambahkan Molisch (α-naphto) akan mengalami kondensasi yang membentuk cincin ungu. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang digunakan (Harper, 1980) yang menyatakan bahwa uji Molisch memberikan reaksi warna jika direaksikan dengan protein yag mengandung gugus sakarida.

Uji Molisch pada albumin

Pada hasil percobaan setelah ditambah dengan reagen molisch terjadi perubahan warna coklat susu di bawahnya terjadi endapan putih. Selain itu terdapat endapan ungu kehitaman
Uji Molisch bertujuan untuk mengetahui adanya sakarida dan glikosida pada suatu senyawa protein. Hasil yang positif seharusnya berwarna ungu. Pada hasil percobaan, warna yang terjadi. Karbohidrat dengan penambahan asam pekat mengalami dehidrasi menjadi furfural. Jika furfural ditambahkan Molisch (α-naphto) akan mengalami kondensasi yang membentuk cincin ungu. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang digunakan (Harper, 1980) yang menyatakan bahwa uji Molisch memberikan reaksi warna jika direaksikan dengan protein yag mengandung gugus sakarida.

Perbedaan sifat protein

Albumin dan globulin

Tabung 1. Pada hasil percobaan larutan yang terjadi adalah keruh dan terdapat endapan berwarna putih
Tabung 2. Setelah penambahan klorofenol red, warna larutan menjadi merah hati
Tabung A. Setelah penambahan asam asetat 2% dan penambahan asam nitrat 2 ml, larutan menjadi kuning keruh dan endapan yang terjadi tidak larut kembali
Tabung B. Setelah penambahan asam asetat 2% dan penambahan Na2CO3 encer, larutan menjadi keruh dan ada endapan yang tidak larut.

Serum adalah gabungan dari albumin dan globulin. Asam sulfosalisilat adalah alkaloid yang bersifat asam dan mengikat protein. Pada albumin, kelarutan protein rendah sehingga mengendap. Pada tabung kedua penambahan klorofenol pada serum yang mengakibatkan perubahan warna larutan menjadi merah hati menunjukkan bahwa pH serum bersifat basa. Klorofenol merupakan indicator pH yang akan berubah warna merah jika larutan bersifat basa dan akan berwarna kuning jika larutan bersifat asam. Pada tabung A maupun B terjadi endapan hasil pemanasan yang tidak larut dalam kedua asam yang digunakan (asam nitrat dan Na2CO3). Endapan tersebut disebut koagulan. Sifat protein yang mengalami koagulasi (denaturasi protein y ang bersifat irreversible dan permanent) sesuai dengan tinjauan pustaka yang menyatakan bahwa protein memiliki sifat dapat mengalami koagulasi.

Kasein

Dengan penambahan asam asetat sebanyak 14 tetes tidak terjadi perubahan warna dan tidak terjadi endapan.

Uji Newman terhadap kasein

Setelah dipanaskan di atas api, larutan menjadi bening dan mengeluarkan asap putih Larutan menjadi tiga lapis yaitu dari atas ke bawah : bening, putih dan kuning. Setelah didinginkan dan ditambah dengan ammonium molibdat mengeluarkan warna kuning kehijauan.

Bromkresol hijau merupakan indikator asam basa yang jika ditempatkan pada lingkungan sedikit asam ataupun basa maka akan berwarna hijau dan jika ditempatkan di lingkungan asam akan berwarna kuning. Tujuan dari penambahan asam asetat dan NaOH encer adalah untuk menggumpalkan kasein pada pH isolistriknya (sekitar 4,6) NaOH yang bersifat basa dan asam asetat yang bersifat asam akan menyebabkan kasein menemukan pH isolistriknya.

Pada uji Newman terhadap kasein, kasein mengalami denaturasi dengan penambahan HNO3 dan H2SO4. Ketika dipanaskan larutan akan mengeluarkan asap, fosfor yang terlepas dari kasein menyebabkan ia menjadi asam fosfat yang berwarna kuning.

Reaksi pengendapan gelatin cair

Pada hasil percobaan terdapat endapan gelatin

Gelatin mengalami denaturasi setelah ditambahi ammonium sulfat atau kalium ferrosianida. Ammonium sulfat adalah salah satu garam yang bersifat higroskopis yang dapat menyerap air.

Kesimpulan

Protein dapat memberikan reaksi pengendapan untuk logam berat, alkohol pekat, garam dan reagen-reagen alkaloid untuk dasar reaksi penetralan muatan, denaturasi, penarikan gugus air dan titik isolistriknya. Terdapat reaksi-reaksi spesifik untuk protein yang dapat digunakan untuk identifikasi kandungan protein antara lain uji biuret yang bertujuan untuk menunjukkan adanya ikatan peptide, reaksi millon yang spesifik untuk tiroksin (gugus hidroksifenol) dan reaksi triptofan hopskin cole yang spesifik untuk triptofan.

Melalui percobaan tersebut dapat diketahui adanya sifat-sifat protein yaitu mengendap dengan reagen esbach, mengendap dengan alkohol pekat, memberi hasil positif terhadap reaksi biuret. Dalam suasana basa, protein bermuatan negatif dan sebaliknya, dalam suasana asam, protein bermuatan positif.

Denaturasi dapat terjadi karena pemanasan dan penambahan asam atau basa. Mekanisme penyakit dapat dijelaskan dengan pendekatan biokimia.
Lipid adalah sekumpulan senyawa di dalam tubuh yang memiliki ciri-ciri yang serupa dengan malam, gemuk (grease), atau minyak. Karena bersifat hidrofobik, golongan senyawa ini dapat dipakai tubuh sebagai sarana yang bermanfaat untuk berbagai keperluan. Misalnya jenis lipid yang dikenal sebagai trigliserida berfungsi sebagai bahan bakar yang penting. Senyawa ini sangat efisien untuk dipakai sebagai simpanan bahan penghasil energi karena terkumpul dalam butir-butir kecil yang hampir-hampir bebas air, membuatnya jauh lebih ringan daripada timbunan karbohidrat setara yang sarat air.

Jenis lipid yang lain lagi merupakan bahan structural yang penting. Kemampuan lipid jenis ini untuk saling bergabung menyingkirkan air dan senyawa polar lain menyebabkannya dapat membentuk membran sehingga memungkinkan adanya berbagai organisme yang kompleks. Membran tersebut memisahkan satu sel dengan sel yang lain di dalam jaringan, serta memisahkan berbagai organel di dalam sel menjadi ruangan-ruangan yang memiliki ciri kimia tertentu sehingga dapat ditata dan diatur sendiri (Gilvery & Goldstein, 1996).

Lemak berkarakteristik sebagai biomolekul organik yang tidak larut atau sedikit larut dalam air dan dapat diekstrasi dengan pelarut non-polar seperti chloroform, eter, benzene, heksana, aseton dan alcohol panas. Di masa lalu, lemak bukan merupakan subjek yang menarik untuk riset biokimia. Karena kesukarannya dalam meneliti senyawa yang tidak larut dalam air dan berfungsi sebagai cadangan energi dan komponen struktural dari membran, lemak dianggap tidak memiliki peranan metabolik beragam seperti yang dimiliki biomolekul lain, contohnya karbohidrat dan asam amino.

Namun, dewasa ini, riset lemak merupakan subjek yang paling menawan dari riset biokimia, khususnya dalam penelitian molekular mengenai membran. Pernah diduga sebagai struktur lembam (inert), dewasa ini membran dikenal secara fungsional sebagai dinamik dan suatu pengertian molekular dari fungsi selularnya merupakan kunci untuk menjelaskan berbagai komponen biologi yang penting, contohnya, sistem transport aktif dan respon selular terhadap rangsang luar (Armstrong, 1995). Jaringan bawah kulit di sekitar perut, jaringan lemak sekitar ginjal mengandung banyak lipid terutama lemak kira-kira sekitar 90%, dalam jaringan otak atau dalam telur terdapat lipid kira-kira sebesar 7,5-30% (Riawan, 1990).

Suatu asam lemak merupakan suatu rantai hodrokarbon dengan suatu gugusan karboksil terminal, telah diidentifikasi lebih dari 70 asam lemak yang tersedia di alam. Walaupun asam lemak berantai pendek, contohnya, asam lemak berantai empat-atau enam- adalah lazim ditemukan, namun triasilgliserolutama ditemukan pada tumbuh-tumbuhan memiliki asam lemak dengan jumlah atom karbon genap, dengan panjang 14 hingga 22 karbon. Asam lemak jenuh tidak mengandung ikatan ganda C=C dalam strukturnya, sementara asam lemak tidak jenuh memiliki satu atau lebih ikatan ganda, yang kadang-kadang berada dalam konfigurasi geometris cis. Asam lemak tidak jenuh paling melimpah memiliki satu atau dua ikatan ganda (masing-masing, asam lemak monoenoat dan dienoat); namun, asam lemak olefinik dengan tiga (trienoat) dan empat (tetraenoat) ikatan ganda juga ditemukan secara alamiah (Armstrong, 1995).

Tabel Komponen Lemak dan Titik Didih


Pada hakekatnya, asam lemak tidak jenuh memiliki titik lebur yang lebih rendah dibandingkan asam lemak jenuh. Contohnya, asam lemak jenuh C 18 (asam stearat) memiliki titih didih 70 oC; suatu bentuk monoenoat (asam oleat) melebur pada 13 oC dan suatu bentuk dienoat (asam linoleat) pada -5 oC.

Triasilgliserol tumbuhan (minyak tumbuh-tumbuhan) adalah cair pada suhu ruang, karena mereka memiliki proporsi asam lemak tidak jenuh yang lebih besar daripada triasilgliserol hewan (contohnya, lemak babi), yang padat atau semi-padat pada suhu yang sama.

Perbedaan dalam kandungan asam lemak tidak jenuh ini mendapat banyak perhatian, karena pengertian bahwa asupan harian yang berlebihan dari asam lemah jenuh dan kolesterol berkaitan dengan terjadinya penyakit jantung.

Sebagai akibatnya, penasehat medis dan gizi menyarankan suatu penurunan dari lemah hewan (dan kolesterol) dalam diet, dengan proporsi yang lebih tinggi dari asupan lemak berupa triasilgliserol yang tinggi dalam asam lemak polyunsaturated, yaitu asam lemak yang mengandung dua atau lebih ikatan ganda).

Asupan lemak yang lebih rendah juga merupakan kalori dari suatu diet, karena atas dasar berat, lebih dari dua kali lipat kalori (energi) didapat dari lemak daripada karbohidrat dan protein (Armstrong, 1995).

Molekul asam lemak memiliki daerah hidrofobik dan daerah hidrofilik sekaligus. Dua sifat yang saling bertolak belakang dalam satu molekul inilah yang umumnya mendasari berbagai fungsi biologis lipid. Ekor hidrokarbon asam lemak cenderung saling berkumpul sedemikian rupa sehingga hanya sedikit saja berhubungan dengan air.. Sebaliknya, gugus karboksilnya, karena bersifat polar, cenderung untuk berhubungan dengan lingkungan sekitar yang terutama terdiri atas air (Gilvery and Goldstein, 1996).

Lemak merupakan komponen utama dari membrane sistem kehidupan, Dua tipe lemak yang dapat tersaponifikasi dalam membrane memiliki suatu gugusan fosfat dalam strukturnya dan dengan demikian disebut fosfolipid.

Salah satu jenis memiliki gliserol sebagai senyawa induk (fosfogliserida) dan yang lain memiliki sfingosin (sfingolipid). Dua komponen lemak lain yang penting dari membrane adalah glikolipid yang mengandung karbohidrat dan steroid kolesterol, yang disebut terakhir ini merupakan suatu lemak non-saponifikasi yang berasal dari eukariotik yang ditemukan dalam membrane seluler hewan (Armstrong, 1995).

Senyawa-senyawa yang termasuk lipid dapat dibagi dalam beberapa golongan. Ada beberapa cara penggolongan yang dikenal.

Bloor membagi lipid dalam tiga golongan besar, yaitu:

(1) lipid sederhana, yaitu ester asam lemak dengan berbagai alkohol, contohnya lemak atau gliserida dan lilin (waxes).
(2) lipid gabungan yaitu ester asam lemak yang mempunyai gugus tambahan, contohnya fosfolipid, cerebrosida.
(3) derivate lipid, yaitu senyawa yang dihasilkan oleh proses hidrolisis lipid, contohnya asam lemak, gliserol dan sterol.

Di samping itu berdasarkan sifat kimianya yang penting, lipid dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu lipid yang dapat disabunkan, yakni yang dapat dihidrolisis dengan basa, contohnya lemak, dan lipid yang tidak dapat disabunkan, contohnya steroid. Lipid dibagi dalam beberapa golongan berdasarkan kemiripan struktur kimianya, yaitu: asam lemak, lemak, lilin, fosfolipid, sfingolipid, terpen, steroid, lipid kompleks (Riawan, 1990).

Asam lemak adalah asam lemah. Apabila larut dalam air molekul asam lemak akan terionisasi sebagian dan melepaskan ion H+. Dalam hal ini pH larutan tergantung pada konstanta keasaman dan derajat ionisasi masing-masing asam lemak. Rumus pH untuk asam lemah pada umumnya telah dikemukakan oleh Henderson-Hasselbach. Asam lemak dapat bereaksi dengan basa, membentuk garam.
R-COOH + NaOH -> R-COONa + H2O

Garam natrium atau kalium yang dihasilkan oleh asam lemak dapat larut dalam air dan dikenal sebagai sabun. Sabun kalium disebut sabun lunak dan digunakan untuk sabun bayi. Asam lemak yang digunakan pada sabun pada umumnya adalah asam palmitat atau stearat. Minyak adalah ester asam lemak tidak jenuh dengan gliserol. Melalui proses hidrogenasi dengan bantuan katalis Pt atau Ni, asam lemak tidak jenuh diubah menjadi asam lemak jenuh, dan melalui proses penyabunan dengan basa NaOH atau KOH akan terbentuk sabun dan gliserol (Riawan, 1990).

Sabun digunakan sebagai bahan pembersih kotoran , terutama kotoran yang bersifat seperti lemak atau minyak karena sabun dapat mengemulsikan lemak atau minyak. Jadi sabun dapat berfungsi sebagai emulgator. Pada proses pembentukan emulsi ini, bagian hidrofob sabun masuk ke dalam lemak, sedangkan ujung yang bermuatan negatif ada di bagian luar.

Oleh karena adanya gaya tolak antara muatan listrik negate ini, maka kotoran akan terpecah menjadi partikel-partikel kecil dan membentuk emulsi. Dengan demikian kotoran mudah terlepas dari kain atau benda lain. Sabun mempunyai sifat dapat menurunkan tegangan permukaan air, Hal ini tampak dari timbulnya busa apabila sabun dilarutkan dalam air dan diaduk (Riawan, 1990).

Lipid memiliki reaksi kimia yang khas, antara lain:

a. Hidrolisis

Hidrolisis lipid seperti triasilgliserol dapat dilakukan secara enzimatik dengan bantuan lipase, menghasilkan asam-asam lemak dan gliserol. Sifat lipase pancreas dapat dimanfaatkan yang lebih suka memecahkan ikatan ester pada posisi 1 dan 3 daripada posisi 2 dari triasilgliserol (Harper, 1980).

b. Penyabunan

Hidrolisis lemak oleh alkali disebut penyabunan. yang dihasilkan adalah gliserol dan garam alkali asam lemak yang disebut sabun (Harper, 1980).

c. Penguraian (kerusakan, ketengikan) lipid

Ketengikan adalah perubahan kimia yang menimbulkan bau dan rasa tidak enak pada lemak (Harper, 1980).

Penyebabnya antara lain auto oksidasi, hidrolisis dan kegiatan bakteri (Riawan, 1990). Oksigen udara dianggap menyerang ikatan rangkap pada asm lemak untuk membentuk ikatan peroksida. Dengan demikian bilangan yodium turun, walaupun sedikit asam lemak bebas dan gliserol dilepaskan. Timbal atau tembaga mengkatalisis ketengikan.

Mengasingkan oksigen atau menambah zat antioksidan menghambat proses ketengikan. Radikal-radikal bebas dihasilkan dihasilkan selama pembentukan peroksida, dan ini dapat merusak jaringan-jaringan jidup kecuali terdapat antioksidan, misalnya tokoferol (vitamin E) yang bereaksi radikal-radikal bebas

Alat dan Bahan

Alat-alat

Rak tabung
Tabung reaksi
Lampu spirtus
Penjepit tabung
Gelas ukur
Pipet tetes
Corong
Korek api
Penangas air
Kertas minyak
Lempeng tetes

Bahan-bahan
Chloroform
Eter
Air
Na2CO3
Larutan empedu encer
Pereaksi Hubl
Minyak zaitun
Minyak jarak
Minyak kelapa
Gliserol
Larutan NaHSO4.

Cara Kerja

1. Uji Kelarutan dan Terjadinya Emulsi
Disediakan 5 tabung reaksi yang diisi dengan ketentuan sebagai berikut: tabung 1 berisi chloroform dan tiga tetes minyak kelapa dan kemudian digojok. Tabung 2 diisi dengan 2 ml eter dan 3 tetes minyak kelapa dan kemudian digojok. Tabung 3 diisi dengan 2 ml air dan 3 tetes minyak kelapa. Tabung ke 4 diisi dengan 2 ml Na2CO3 dan 3 tetes minyak kelapa. Tabung 5 diisi dengan 2 ml larutan empedu encer dan 3 tetes minyak kelapa dan kemudian digojok. Semua perubahan yang terjadi diamati dan dicatat.

2. Uji Angka Iod (Ketidak-jenuhan)
Ke dalam tabung reaksi dicampurkan 9 ml chloroform dan 9 tetes pereaksi Hubl. Setelah digojok, larutan tersebut dibagi ke dalam 3 buah tabung reaksi yang berbeda. Tabung pertama ditetesi oleh minyak kalapa, tabung kedua ditetesi oleh minyak jagung, tabung ketiga ditetesi oleh minyak hewan. Semua penetesan dilakukan hingga warna merah muda hilang.

2. Uji Akrolein
Pada tabung pertama diisikan 0,5 ml minyak kelapa dan 1 ml KHSO4 dan kemudian dipanaskan. Amati perubahan yang terjadi. Pada tabung kedua diisikan 0,5 ml gliserol dan 1 ml KHSO4 dan kemudian dipanaskan. Amati perubahan yang terjadi.

3. Uji Angka Asam
Ke dalam sebuah tabung reaksi dicampurkan 2,5 gram sample (minyak atau margarine) yang sudah dicairkan, 12,5 ml pelarut lemak, 0,25 ml phenolptalein dan kemudian semua campuran tersebut divortex. Kemudian dilakukan titrasi dengan 1 N KOH hingga warna larutan menjadi tepat berwarna pink. Kemudian dilakukan pencatatan jumlah mol KOH 0,1 N yang diperlukan.

4. Uji Noda Lemak
Disediakan dua buah tabung reaksi, ke dalam tabung reaksi pertama diisi dengan setengah sendok kecil tepung gandum dan 2 ml eter yang kemudian digojok. Larutan yang terjadi dituangkan ke dalam droplet dan eter yang tertinggal dibiarkan menguap. Filtrat yang tersisa diusap dengan kertas minyak dan dilakukan pengamatan noda lemak pada kertas. Pada tabung kedua, dimasukkan setengah sendok kecil tepung kedelai dan 2 ml eter dan kemudian digojok. Larutan yang terjadi dituangkan ke dalam droplet dan eter yang tertinggal dibiarkan menguap. Filtrat yang tersisa diusap dengan kertas minyak dan dilakukan pengamatan noda lemak pada kertas.

Hasil Pengamatan

1. Uji Kelarutan dan Terjadinya Emulsi

Tabung 1. Minyak kelapa larut dalam chloroform.
Tabung 2. Minyak kelapa larut dalam eter.
Tabung 3. Minyak tidak larut dalam air, batas antara minyak dan air terlihat jelas.
Tabung 4. Terjadi sedikit gelembung putih pada permukaan larutan
Tabung 5. Terbentuk adanya butir-butir lemak. Minyak mengalami emulsi.

Minyak mempunyai sifar tidak larut dalam pelarut polar dan larut dalam pelarut non-polar seperti alkohol panas, eter, khloroforn, benzene. Pada hasil percobaan, minyak kelapa yang diteteskan pada kloroform dan eter akan larut dan tidak larut dalam air. Hal ini sesuai dengan dasar teori yang digunakan menurut Armstrong (1995). Sifat-sifat lemak yang mengalami saponifikasi dan membentuk emulsi juga sesuai dengan tinjauan pustaka.

2. Uji Angka Iod (Ketidakjenuhan)

Tabung 1. Setelah ditetesi 20 tetes warna menjadi jernih sekali
Tabung 2. Warna agak keruh setelah ditetesi 25 tetes.
Tabung 3. Warna keruh sekali dan warna merah muda hilang setelah ditetesi 20 tetes.

Minyak kelapa dan minyak jagung termasuk ke dalam asam lemak tak jenuh yang mngandung ikatan ganda. Minyak kelapa lebih jenuh daripada minyak jagung meskipun keduanya sama-sama asam lemak tak jenuh. Sedangkan minyak hewan termasuk asam lemak jenuh. Percobaan in ikurang berhasil karena kurang sesuai dengan tinjauan pustaka yang digunakan karena pada hasil percobaan tidak ditemukan konsistensi pola kejenuhan dan ketidakjenuhan. Seharusnya, makin jenuh suatu asam lemak, maka makin banyak pereaksi Hubl yang dibutuhkan. Percoban ini kurang berhasil karena adanya kontaminan misalnya air, tetesan tidak sama, dan mungkin kurang homogen saat melakukan homogenasi.

3. Uji Akrolein (Ketengikan)

Tabung 1. Terdapat warna kuning pada bagian ata larutan dan putih di bagian bawah. Bau yang ditimbulkan tengik setekah dilakukan pemanasan.
Tabung 2. Terdapat endapan melayang (agak keruh) dan bau yang ditimbulkan lebih tengik dari tabung pertama.

Lemak akan terhidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol. Gliserol lebih cepat tengik daripada minyak karena gliserol mengalami dehidrasi menjadi akrolein, sedangkan asam lemak akan mengalami oksidasi menjadi keton dan aldehida. Minyak kelapa harus mengalami hidrolisis terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan dasar teori yang digunakan menurut Riawan (1990) yang menyatakan bahwa penyebab ketengikan antara lain adanya auto-oksidasi, hidrolisis dan kegiatan bakteri (jasad renik).

4. Uji Angka Asam

dengan perhitungan angka asam:
(ml titrasi X 5,6)/ gram sample = (15 X 5,6)/ 2,5318 = 33,18 mg KOH/gram sampel

Uji angka asam adalah uji yang dilakukan untuk mengetahi jumlah milligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas dari 1 gram lemak.

5. Uji Noda Lemak

Tabung 1. Larutan yang terbentuk adalah berwarna putih. Noda lemak yang terbentuk sangat sedikit
Tabung 2. Larutan yang terbentuk berwarna kuning dan setelah eter diuapkan dan noda diusapkan, terdapat noda lemak yang lebih nyata dibandingkan dengan hasil tabung pertama.

Pada hasil percobaan tabung pertama terdapat sedikit noda lemak karena pad tepung gandum kandungan karbohidratnya lenih banyak daripada kandungan lemaknya. Sedangkan pada tepung kedelai, kandungan lemaknya lebih banyak dibandingkan kandungan lemak tepung gandum.

Kesimpulan

Lemak memiliki sifat-sifat yang khas yaitu tidak larut atau sedikit larut dalam air dan dapat diekstrasi dengan pelarut non-polar seperti chloroform, eter, benzene, heksana, aseton dan alcohol panas. Lemak mempunyai banyak fungsi biologis yang sangat menunjang kehidupan organisme, antara lai berperan dalam transport aktif sel, penyusun membrane sel, sebagai cadangan energi dan isolator panas, sebagai pelarut vitamin A, D, E, dan K. Lemak dapat mengalami reaksi hidrolisis, ketengikan, hidrogenasi, penyabunan dan lain-lain.
Karbohidrat berfungsi sebagai penyedia energi yang utama. Protein dan lemak berperan juga sebagai sumber energi bagi tubuh kita, tetapi karena sebagian besar makanan terdiri atas karbohidrat, maka karbohidrat-lah yang terutama merupakan sumber energi utama bagi tubuh. Amilum atau pati, selulosa, glikogen, gula atau sukrosa dan glukosa merupakan beberapa senyawa karbohidrat yang penting dalam kehidupan manusia.

Molekul karbohidrat terdiri atas atom-atom karbon, hidrogen, dan oksigen. Jumlah atom hidrogen dan oksigen merupakan perbandingan 2:1 seperti pada molekul air. Dahulu orang berkesimpulan adanya air dalam karbohidrat. Karena hal ini maka dipakai kata karbohidrat, yang berasal dari kata “karbon” dan “hidrat” atau air.

Walaupun pada kenyataannya senyawa karbohidrat tidak mengandung molekul air, kata karbohidrat tetap digunakan. Senyawa karbohidrat tidak hanya ditinjau dari rumus empirisnya saja, tetapi yang penting ialah rumus strukturnya (McGilvery&Goldstein, 1996).

Pada senyawa yang termasuk karbohidrat terdapat gugus fungsi yaitu gugus –OH, gugus aldehida atau gugus keton. Struktur karbohidrat selain mempunyai hubungan dengan sifat kimia yang ditentukan dengan sifat fisika, dalam hal ini juga aktivitas optik (McGilvery&Goldstein, 1996).

Jika kristal glukosa murni dilarutkan dalam air, maka larutannya akan memutar cahaya terpolarisasi ke arah kanan. Namun bila larutan itu dibiarkan beberapa waktu dan diamati putarannya, terlihat bahwa sudut putaran berubah menjadi semakin kecil, hingga lama-kelamaan menjadi tetap. Peristiwa ini disebut mutarotasi, yang berarti perubahan rotasi atau perputaran (McGilvery & Goldstein, 1996).

Sir Walter Norman Haworth (1883-1950) seorang ahli kimia Inggris yang pada tahun 1937 memperoleh hadiah nobel untuk ilmu kimia, berpendapat bahwa pada molekul glukosa kelima atom karbon yang pertama dengan atom oksigen dapat membentuk cincin segi enam. Oleh karena itu, ia mengusulkan penulisan rumus struktur karbohidrat sebagai bentuk cincin furan atau piran (McGilvery & Goldstein, 1996).


Berbagai senyawa yang termasuk kelompok karbohidrat mempunyai molekul yang berbeda-beda ukurannya, yaitu dari senyawa yang sederhana yang mempunyai berat molekul 90 hingga senyawa yang memiliki berat molekul 500.000 bahkan lebih. Berbagai senyawa tersebut dibagi dalam tiga golongan, yaitu monosakarida, oligosakarida dan polisakarida (McGilvery&Goldstein, 1996).

Monosakarida

Monosakarida adalah karbohidrat yang sederhana, dalam arti molekulnya hanya terdiri atas beberapa atom karbon saja dan tidak dapat diuraikan dengan cara hidrolisis dalam kondisi lunak menjado karbohidrat lain. Monosakarida yang oaling sederhana adalah gliseraldehida dan dihidroksiaseton (McGilvery&Goldstein, 1996).

Gliseraldehida disebut aldotriosa karena terdiri atas tiga atom karbon dan mempunyai gugus aldehida. Dihidroksiaseton dinamakan ketotriosa karena terdiri atas tiga atom karbon dan mempunyai gugus keton. Monosakarida yang terdiri atas empat atom karbon disebut tetrosa dengan rumus C4H8O4.

Eritrosa adalah contoh aldotetrosa dan eritrulosa adalah suatu ketotetrosa. Pentosa adalah monosakarida yang mempunyai lima atom karbon. Contoh pentosa adalah ribosa dan ribulosa. Dari rumusnya kita dapat mengetahui bahwa suatu ketopentosa. Pentosa dan heksosa (C6H12O6) merupakan monosakarida yang penting dalam kehidupan (McGilvery&Goldstein, 1996).

Glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa karena mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi ke arah kanan. Di alam, glukosa terdapat dalam buah-buahan dan madu lebah. Darah manusia normal mengandung glukosa dalam jumlah atau konsentrasi yang tetap, yaitu antara 70-100 mg tiap 100 ml darah. Glukosa darah ini dapat bertambah setelah kita makan makanan sumber karbohidrat, namun kira-kira 2 jam sesudah itu, jumlah glukosa darah akan kembali pada keadaan semula. Pada orang yang menderita diabetes mellitus, jumlah glukosa darah lebih dari 130 mg per 100 ml darah (McGilvery&Goldstein, 1996).

D-glukosa memiliki sifat mereduksi reagen Benedict, Haynes, Barfoed, gula pereduksi, memberi osazon dengan fenilhidrazina, difermentasikan oleh ragi dan dengan HNO3 membentuk asan sakarat yang larut (Harper et al, 1979).

Fruktosa adalah suatu ketoheksosa yang mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke kiri dan karenanya disebut juga levulosa. Pada umumnya monosakarida dan disakarida mempunyai rasa manis (McGilvery&Goldstein, 1996).

Madu lebah selain mengandung glukosa juga mengandung fruktosa . Fruktosa mempunyai rasa lebih manis daripada glukosa, juga lebih manis daripada gula tebu atau sukrosa. Fruktosa dapat dibedakan dari glukosa dengan pereaksi seliwanoff, yaitu larutan resorsinol (1,3 dihidroksi benzene) dalam asam HCl.

Dengan pereaksi ini, mula-mula fruktosa diubah menjadi hidroksimetilfurfural yang selanjutnya bereaksi dengan resorsinol membentuk senyawa yang berwarna merah. pereaksi Seliwanoff ini khas untuk menunjukkan adanya ketosa. Fruktosa berikatan dengan glukosa membentuk sukrosa, yaitu gula yang biasa digunakan sehari-hari sebagai pemanis, dan berasal dari tebu atau bit (McGilvery&Goldstein, 1996).

D-fruktosa mempunyai sifat mereduksi reagen Benedict, Haynes, Barfoed (gula pereduksi), membentuk osazon dengan fenilhidrazina yang identik dengan osazon glukosa, difermentasi oleh ragi dan berwarna merah ceri dengan reagen Seliwanoff resorsinol-HCl (Harper et al, 1979).

Galaktosa adalah Monosakarida , dan Monosakarida ini jarang terdapat bebas dalam alam. Umumnya berikatan dengan glukosa dalam bentuk laktosa, yaitu gula yang terdapat dalam susu. Galaktosa mempunyai rasa kurang manis daripada glukosa dan kurang larut dalam air. Galaktosa mempunyai sifat memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kanan (McGilvery&Goldstein, 1996).

D-galaktosa mempunyai sifat mereduksi reagen Benedict, Haynes dan Barfoed, membentuk osazon yang berbeda dengan dua monosakarida sebelumnya (glukosa dan fruktosa), dengan reagen floroglusinol memberi warna merah, dan dengan HNO3 membentuk asam musat (Harper et al, 1979).

Pada proses oksidasi oleh asam nitrat pekat dan dalam keadaan panas, galaktosa menghasilkan asam musat yang kurang larut dalam air bila dibandingkan dengan asam sakarat yang dihasilkan oleh oksidasi glukosa. Pembentukan asam musat ini dapat dijadikan cara identifikasi galaktosa, karena kristal asam musat mudah dimurnikan dan diketahui bentuk kristal maupun titik leburnya. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Pentosa adalah bagian dari Monosakarida . Beberapa pentosa yang penting diantaranya adalah arabinosa, xilosa, ribosa dan 2-deoksiribosa. Keempat pentosa ini adalah aldopentosa dan tidak terdapat dalam keadaan bebas di alam. Arabinosa diperoleh dari gum arab dengan jalan hidrolisis, sedangkan xilosa diperoleh dari proses hidrolisis terhadap jerami atau kayu. Xilosa terdapat pada urine seseorang yang disebabkan oleh suatu kelainan pada metabolisme karbohidrat. Kondisi seseorang sedemikian itu disebut pentosuria. Ribosa dan deoksiribosa merupakan komponen dari asam nukleat dan dapat diperoleh dengan cara hidrolisis. Dari rumusnya tampak bahwa deoksiribosa kekurangan satu atom oksigen dibanding dengan ribosa. (McGilvery&Goldstein, 1996).

Contoh - contoh Gula Pentosa antara lain :

1. D-Ribosa yang bersumber dari asam Nukleat. Kegunaannya unsur pembentuk asam Nukleat dan Koenzim. Reaksinya akan mereduksi Benedict , Feling, Barfoed, Haynes, dan membentuk Ozason dengan Fenilhidrazin.

2. D- Ribulosa bersumber dari proses Metabolik , mempunyai kegunaan sebagai zat antara dalam Heksosa Monofosfat .D- Ribulosa bereaksi dengan Gula Keto.

3. D - Arabinosa bersumber dari Getah Arab , Plum, dan Getah Ceri , namun tidak memiliki fungsi Fisiologis. Dengan reaksi Orsinol - HCl memberi warna : Violet , Biru , dan Merah , denngan membei Floroglusional- HCl.

4. D- Xilosa bersumber dari Getah Kayu yang mempunyai kegunaan pada Manusia . Dan jika bereaksi akan berwarna merah.

5. D- Likosa bersumber dari Otot Jantung , dan mempunyai kegunaan sebagai suatu unsur dari lisoflavin dari otot jantung manusia.

Oligosakarida

Senyawa yang termasuk oligosakarida mempunyai molekul yang terdiri atas beberapa molekul monosakarida. Dua molekul monosakarida yang berikatan satu dengan yang lain, membentuk satu molekul disakarida. Oligosakarida yang lain adalah trisakarida yaitu yang terdiri atas tiga molekul monosakarida dan tetrasakarida yang terbentuk dari empat molekul monosakarida. Oligosakarida yang paling banyak terdapat di alam adalah disakarida (McGilvery&Goldstein, 1996).

Sukrosa adalah gula yang kita kenal sehari-hari, baik yang berasal dari tebu meupun dari bit. Selain dari tebu dan bit, sukrosa terdapat pada tumbuhan lain, misalnya dalam buah nanas dan dalamwortel. Dengan hidrolisis sukrosa akan terpecah dan menghasilkan glukosa dan fruktosa (McGilvery&Goldstein, 1996).

Pada molekul sukrosa terdapat ikatan antara molekul glukosa dan fruktosa, yaitu antara atom karbon nomor 1 pada glukosa dengan atom karbon nomor 2 pada fruktosa melalui atom oksigen. Kedua atom karbon tersebut adalah atom karbon yang mempunyai gugus –OH glikosidik atau atom karbon yang merupakan gugus aldehida pada glukosa dan gugus keton pada fruktosa. . Oleh karena itu molekul sukrosa tidak mempunyai sifat dapat mereduksi ion-ion Cu 2+ atau Ag+ dan juga tidak membentuk osazon (McGilvery&Goldstein, 1996).

Sukrosa mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke kanan. Hasil yang diperoleh dari reaksi hidrolisis adalah glukosa dan fruktosa dalam jumlah yang ekuimolekuler. Glukosa memutar cahaya terpolarisasi ke kanan, sedangkan fruktosa ke kira. Oleh karena fruktosa memiliki rotasi spesifik lebih besar dari glukosa, maka campuran glukosa dan fruktosa sebagai hasil hidrolisis itu memutar ke kiri.

Proses ini disebut inverse. hasil hidrolisis sukrosa yaitu campuran glukosa dan fruktosa disebut gula invert. Madu lebah sebagian besar terdiri atas gula invert dan dengan demikian madu mempunyai rasa lebih manis daripada gula. Apabila kita makan makanan yang mengandung gula, maka dalam usus halus, sukrosa akan diubaha menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim sukrase atau invertase (McGilvery&Goldstein, 1996).

Laktosa

Dengan menghidrolisis laktosa akan menghasilkan D-galaktosa dan D-gluokosa, karena itu laktosa adalah suatu disakarida. Ikatan galaktosa dan glukosa terjadi antara atom karbon nomor 1 pada galaktosa dan atom karbon nomor 4 pada glukosa. Oleh karenanya molekul laktosa mempunyai sifat mereduksi gugus –OH glikosidik.

Dengan demikian laktosa memiliki sifat mereduksi dan mutarotasi. Biasanya laktosa mengkristal . Dalam susu terdapat laktosa yang sering disebut gula susu. Pada wanita yang seadng dalam masa laktasi atau masa menyusui, laktosa kadang-kadang terdapat dalam urine dengan konsentrasi yang sangat rendah. Dibandingkan dengan glukosa, laktosa memiliki rasa yang kurang manis. Apabila laktosa dihidrolisis kemudian dipanaskan dengan asam nitrat akan terbetuk asam musat (McGilvery&Goldstein, 1996).

Maltosa adalah suatu disakarida yang terbentuk dari dua molekul glukosa. ikatan yang terjadi ialah antara atom karbon nomor 1 dan atom karbon nomor 4, oleh karenanya maltosa masih mempunyai gugus –OH glikosidik dan dengan demikian masih mempunyai sifat mereduksi. Maltosa merupakan hasil antara dalam proses hidrolisis amilum dengan asam maupun dengan enzim (McGilvery&Goldstein, 1996).

Telah diketahui bahwa hidrolisis amilum akan memberikan hasil akhir glukosa. Dalam tubuh kita amilum mengalami hidrolisis menjadi maltosa oleh enzim amylase. maltosa ini kemudian diuraikan oleh enzim maltase menjadi glukosa yang digunakan oleh tubuh (McGilvery&Goldstein, 1996).

Maltosa mudah larut dalam air dan mempunyai rasa yang lebih manis daripada laktosa, tetapi kurang manis daripada sukrosa (McGilvery&Goldstein, 1996).

Urutan tingkat rasa manis pada beberapa mono dan disakarida :


Rafinosa adalah suatu trisakarida yang penting, terdiri atas tiga molekul monosakarida yang berikatan, yaitu galaktosa-glukosa-fruktosa. Atom karbon 1 pada galaktosa berikatan dengan atom karbon 6 pada glukosa, selanjutnya atom karbon 1 pada glukosa berikatan dengan atom karbon 2 pada fruktosa (McGilvery&Goldstein, 1996).

Apabila dihidrolisis sempurna, rafinosa akan menghasilkan galaktosa, glukosa dan fruktosa. Pada kondisi tertentu hidrolisis rafinosa akan memberikan hasil-hasil tertentu pula. Hidrolisis dengan asam lemah atau pada konsentrasi H+ rendah, akan menghasilkan melibiosa dan fruktosa. Hasil yang sama seperti ini juga dapat diperoleh melalui hidrolisis dengan bantuan enzin sukrase.

Di samping itu, hidrolisis dengan bantuan enzim maltase akan memberikan hasil galaktosa dan sukrosa. Hasil hidrolisis sempurna juga dapat diperoleh apabila dalam reaksi ini digunakan dua jenis enzim, yaitu sukrase dan melibiase. Melibiase akan menguraikan melibiosa menjadi galaktosa dan glukosa (McGilvery&Goldstein, 1996).

Pada kenyataanya, rafinosa tidak memiliki sifat mereduksi. Hal ini disebabkan karena dalam molekul rafinosa tidak terdapat gugus –OH glikosidik. Rafinosa terdapat dalam bit dan tepung biji kapas mengandung kira-kira 8%. Trisakarida ini tidak digunakan manusia sebagai sumber karbohidrat (McGilvery&Goldstein, 1996).

Stakiosa adalah suatu tetrasakarida. Dengan jalan hidrolisis sempurna, stakiosa menghasilkan 2 molekul galaktosa, 1 molekul glukosa dan 1 molekul fruktosa. Pada hidrolisis parsial dapat dihasilkan fruktosa dan manotriosa suatu trisakarida. Stakiosa tidak memiliki sifat mereduksi. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Polisakarida

Pada umumnya polisakarida mempunyai molekul besar dan lebih kompleks daripada mono dan oligosakarida, Molekul polisakarida terdiri atas banyak molekul monosakarida. Polisakarida yang terdiri atas satu macam monosakarida saja disebut homopolisakarida, sedangkan yang menagdung senyawa lain disebut heteropolisakarida.

Umumnya polisakarida berupa senyawa berwarna putih dan tidak berbentuk kristal, tidak memiliki rasa manis dan tidak memiliki sifat mereduksi. Berat molekut polisakarida bervariasi dari beberapa ribu hingga lebih dari satu juta. Polisakarida yang dapat larut dalam air akan membentuk larutan koloid. beberapa polisakarida yang penting diantaranya adalah amilim, glikogen, dekstrin dan selulosa. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Amilum

Polisakarida ini terdapat banyak di alam, yaitu pada sebagian besar tumbuhan. Amilum atau dalam bahasa sehari-hari disebut pati terdapat pada umbi, daun, batang dan biji-bijian. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Amilum terdiri atas dua macam polisakarida yang kedua-duanya adalah polimer dari glukosa, yaitu amilosa (kira-kira 20-28%) dan sisanya amilopektin. Amilosa terdiri atas 250-300 unit D-glukosa yang terikat dengan ikatan 1,4-glikosidik, jadi molekulnya merupakan rantai terbuka. Amilopektin juga terdiri atas molekul D-glukosa yang sebagian besar mempunyai ikatan 1,4-glikosidik dan sebagian lagi ikatan 1,6-glikosidik. Adanya ikatan 1,6-glikosidik ini menyebabkan terjadinya cabang, sehingga molekul amilopektin berbentuk rantai terbuka dan bercabang.

Molekul amilopektin lebih besar daripada molekul amilosa karena terdiri atas lebih dari 1.000 unit glukosa. Butir-butir pati tidak larut dalam air dingin tetapi apabila suspensi dalam air dipanaskan, akan terbentuk suatu larutan koloid yang kental. larutan koloid ini apabila diberi larutan iodium akan berwarna biru. Warna biru tersebut disebabkan oleh molekul amilosa yang membentuk senyawa. Amilopektin dengan iodium akan memberikan warna ungu atau merah lembayung. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Amilum dapat dihidrolisis sempurna dengan menggunakan asam sehingga menghasilkan glukosa. hidrolisis juga dapat dilakukan dengan bantuan enzim amylase. Dalam ludah dan dalam cairan yang dikeluarkan oleh pankreas terdapat amylase yang bekerja terhadap amilum yang terdapat dalam makanan kita. Oleh enzim amylase, amilum diubah menjadi maltosa dalam bentuk maltosa. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Glikogen

Seperti amilum, glikogen juga menghasilkan D-glukosa pada proses hidrolisis. Pada tubuh kita glikogen terdapat dalam hati dan otot. hati berfungsi sebagai tempat pembentukan glikogen dari glukosa. Apabila kadar glukosa dalam darah bertambah, sebagian diubah menjadi glikogen sehingga kadar glukosa dalam darah normal kembali. Sebaliknya apabila kadar glukosa dalam darah menurun, glikogen dalam hati diuraikan menjadi glukosa kembalu, sehingga kadar glukosa darah normal kembali.

Glikogen yang ada di dalam otot digunakan sebagai sumber energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Dari alam glikogen terdapat pada kerang dan pada alga rumput laut. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Glikogen yang terlarut dalam air dapat diendapkan dengan jalan menambahkan etanol. Endapan yang terbentuk apabila dikeringkan berbentuk serbuk putih. Glikogen dapat memutar cahaya terpolarisasi ke kanan dan mempunyai rotasi spesifik []D20=196o. Dengan iodium, glikogen menghasilkan warna merah. Struktur glikogen serupa dengan struktur amilopektin yaitu merupakan rantai glukosa yang mempunyai cabang. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Dekstrin

Pada reaksi hidrolisis parsial, amilum terpecah menjadi molekul-molekul yang lebih kecil yang dikenal dengan nama dekstrin. jadi dekstrin adalah hasil antara proses hidrolisis amilum sebelum terbentuk maltosa. tahap-tahap dalam proses hidrolisis amilum serta warna yang terjadi pada reaksi dengan iodium adalah sebagai berikut :


Selulosa terdapat dalam tumbuhan sebagai bahan penbentuk dinding sel. Serat kapas boleh dikatakan seluruhnya adalah selulosa. Dalam tubuh kita selulosa tidak dapat dicernakan karena kita tidak mempunyai enzin yang dapat menguraikan selulosa. Dengan asam encer tidak dapat terhidrolisis, tetapi oleh asam dengan konsentrasi tinggi dapat terhidrolisis menjadi selobiosa dan D-glukosa. Selobiosa adalah suatu disakarida yang terdiri atas dua molekul glukosa yang berikatan glikosidik antara atom karbon 1 dengan atom karbon 4. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Mukopolisakarida adalah suatu heteropolisakarida, yaitu polisakarida yang terdiri atas dua jenis derivate monosakarida. Derivat monosakarida yang membentuk mukopolisakarida tersebut ialah gula amino dan asam uronat. Debagai contoh asam hialuronat yang merupakan komponen jaringan ikat yang terdapat pada otot, terbentuk dari kumpulan unit N-asetilglukosamina yang berikatan dengan asam glukuronat. Heparin, suatu senyawa yang berfungsi sebagai antikoagulan darah, adalah suatu mukopolisakarida. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Beberapa sifat kimia

berbeda dengan sifat fisika yang telah diuraikan, yaitu aktivitas optik, sifat kimia karbohidrat berhubungan erat dengan gugus fingsi yang terdapat pada molekulnya, yaitu gugus –OH aldehida dan gugus keton. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Sifat mereduksi

Monosakarida dan beberapa disakarida mempunyai sifat dapat mereduksi terutama dalam suasan basa. Sifat sebagai reduktor ini dapat digunakan untuk keperluan identifikasi karbohidrat maupun analisis kuantitatif. Sifat mereduksi ini disebabkan oleh adanya gugus aldehida atau keton bebas dalam molekul karbohidrat. Sifat ini tampak pada reaksi reduksi ion-ion logam misalnya ion Cu 2+ dan ion Ag+ yang terdapat pada pereaksi-pereaksi tertentu. Beberapa contoh diberikan sebagai berikut:

Pereaksi Fehling

Pereaksi ini dapat direduksi selain oleh karbohidrat yang mempunyai sifat mereduksi, juga dapat direduksi oleh reduktor lain. Pereaksi fehling terdiri atas 2 laruten, yaitu larutan Fehling A dan B. Larutan Fehling A adalah larutan CuSO4 dalam air, sedangkan larutan Fehling B adalah larutan garam K Natartat dan NaOH dalam air.

Dalam pereaksi ini ion Cu2+ direduksi menjadi ion Cu+ yang dalam suasana basa akan diendapkan sebagai Cu2O. Dengan larutan glukosa 1%, pereaksi Fehling menghasilkan endapan berwarna merah bata, sedangkan apabila digunakan larutan yang lebih encer misalnya larutan glukosa 0,1%, endapan yang terjadi berwarna hijau kekuningan. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Pereaksi Benedict

Pereaksi benedict berupa larutan yang mengandung kuprisulfat, natrium karbonat dan natrium sitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu2+ dari kuprisulfat menjadi ion Cu+ yang kemudian mengendap sebagai Cu2O. Adanya natrium karbonat dan natrium sitrat membuat peraksi benedict bersifat basa lemah.

Endapan yang terbentuk dapat berwarna hijau, kuning atau merah bata. Warna endapan ini tergantung pada konsentrasi karbohidrat yang diperiksa. Pereaksi Benedict lebih banyak digunakan pada pemeriksaan glukosa dalam urine daripada pereaksi Fehling karena beberapa alasan.

Apabila dalam urine terdapat asam urat atau kreatinin, kedua senyaea ini dapat mereduksi pereaksi Fehling, tetapi tidak dapat mereduksi pereaksi Benedict. Di samping itu pereaksi Benedict lebih peka daripada pereaksi Fehling. Penggunaan pereaksi Benedict juga lebih mudah karena hanya terdiri atas satu macam larutan, sedangkan pereaksi Fehling terdiri atas dua macam larutan. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Pereaksi Barfoed

Pereaksi ini terdiri atas larutan kupriasetat dan asam asetat dalam air, dan digunakan untuk membedakan antara monosakarida dengan disakarida. Monosakarida dapat mereduksi lebih cepat daripada disakarida. Jadi Cu2O terbentuk lebih cepat oleh monosakarida daripada oleh disakarida, dengan anggapan bahwa konsentrasi mopnosakarida dan disakarida dalam larutan tidak berbeda banyak.

Tauber dan Kleiner membuat modifikasi atas pereaksi ini, yaitu dengan jalan mengganti asam asetat dengan asam laktat dan ion Cu+ yang dihasilkan direaksikan dengan pereaksi warna fosfomolibdat hingga menghasilkan warna biru adanya monosakarida. Disakarida dengan konsentrasi rendah tidak memberikan hasil positif. Perbedaan antara pereaksi Barfoed dengan pereaksi Fehling atau Benedict ialah bahwa pereaksi Barfoed digunakan pada suasana asam. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Apabila karbohidrat mereduksi suatu ion logam, karbohidrat ini akan teroksidasi menjadi gugus karboksilat dan terbentuklah asam monokarboksilat. Sebagai contoh galaktosa akan teroksidasi menjadi asam galaktonat, sedangkan glukosa akan menjadi asam glukonat. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Pembentukan furfural

Dalam larutan asam yang encer, walaupun dipanaskan, monosakarida umumnya stabil. Tetapi apabila dipanaskan dengan kuat yang pekat, monosakarida menghasilkan furfural atau derivatnya. Reaksi pembentukan furfural ini adalah reaksi dehidrasi atau pelepasan molekul air dari seatu senyawa. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Pentosa-pentosa hampir secara kuantitatif semua terdrhidrasi menjadi furfural. Dengan dehidrasi heksosa-heksosa menghasilkan hidroksimetilfurfural. Oleh karena furfural dan derivatnya dapat membentuk senyawa yang berwarna apabila direaksikan dengan naftol atau timol, reaksi ini dapat digunakan sebagai reaksi pengenal karbohidrat. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Pereaksi Molisch terdiri atas larutan naftol dalam alkohol. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan glukosa misalnya, kemudian secara hati-hati ditambahkan asam sulfat pekat, akan terbentuk dua lapisan zat cair. Pada batas antara kedua lapisan itu akan terjadi warna ungu karena terjadi reaksi kondensasi antara furfural dengan naftol. Walaupun reaksi ini tidak spesifik untuk karbohidrat, namun dapat digunakan sebagai reaksi pendahuluan dalam analisis kualitatif karbohidrat. Hasil negatif merupakan suatu bukti bahwa tidak ada karbohidrat. (McGilvery&Goldstein, 1996).

Tes ini berguna untuk mengetahui pengaruh asam terhadap sakarida. Satu cincin merah-ungu menunjukkan adanya karbohidrat (Harper et al, 1979).

Pembentukan Osazon

Semua karbohidrat yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas akan membentuk osazon bila dipanaskan bersama fenilhidrazina berlebih. Osazon yang terjadi mempunyai bentuk kristal dan titik lebur yang khas bagi masing-masing karbohidrat. Hal ini sangat penting karena dapat digunakan untuk mengidentifikasi karbohidrat dan merupakan salah satu cara untuk membedakan beberapa monosakarida, misalnya antara glukosa dan galaktosa yang terdapat dalam urine wanita dalam masa menyusui. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Pada reaksi antara flukosa dengan fenilhirazina, mula-mula terbentuk D-glukosafenilhidrazon, kemudian reaksi berlanjut hingga terbentuk D-glukosazon. Glukosa, fruktosa dan amanosa dengan fenilhidrazon menghasilkan osazon yang sama. Dari struktur ketiga monosakarida tersebut tampak bahwa posisi gugus –OH dan atom H pada atom karbon nomor 3,4, dan 5 sama. Dengan demikian osazon yang terbentuk memiliki struktur yang sama. (McGilvery&Goldstein, 1996).

Alat dan Bahan

Alat-alat

Rak tabung reaksi
Tabung reaksi
Lampu spiritus
Penjepit tabung
Gelas ukur
Pipet tetes
Corong
Korek api
Penangas air
Cawan porselen

Bahan-bahan

Larutan benedict
Glukosa 0,01 M; 0,02 M; 0,04 M.
Fruktosa 0,02 M
Laktosa 0,02 M
Sukrosa 0,02 M
Pati/ amilum 0,7%
Larutan Luff
Larutan Barfoed
Naftol
H2SO4
HCl pekat
Larutan resorsinol
Pentosa A dan B
Pereaksi Bial
Larutan Antron
Na2CO3
Arabinosa 0,1 M
Asam asetat anhidrida
Fenilhidrazina
Na-asetat padat
Timol biru
Larutan yod
Glikogen
Dextrin
Larutan amilum
Larutan lugol iodine
Saliva
Furfural 0,01 M.

Hasil Pengamatan

1. Daya mereduksi

a. Uji Benedict
Glukosa memiliki sifat dapat mereduksi ion Cu2+ menjadi ion Cu+ yang ada pada larutan Benedict sehingga menjadi Cu2O yang berbentuk endapan. Semakin menigkatnya konsentrasi glukosa pada uji Benedict ini, endapan yang terjadi makin banyak. Hal ini menandakan bahwa makin reduktif gula tersebut mereduksi larutan Benedict.

b. Uji Luff
Uji Luff digunakan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi terhadap endapan. Pada tabung 1 yang diisi oleh fruktosa 0,02 M terbentuk endapan merah bata dan jumlahnya relatif banyak. Tabung 2 yang diisi oleh glukosa 0,02 M membentuk endapan merah bata yang jumlahnya sedikit. Hal ini disebabkan fruktosa memiliik gugus reduksi pada atom C 2 sedangkan glukosa memiliki gugus pereduksi pada atom C 1. Pada tabung 3 yang terisi oleh laktosa 0,02 M terbentuk endapan warna coklat yang jumlahnya banyak.

Hal ini disebabkan karena atom C 4 glukosa berikatan dengan atom C 1 pada galaktosa. Yang berarti laktosa mampu mereduksi larutan Benedict. Sedangkan pada tabung 4 yang diisi oleh larutan sukrosa 0,02 M terdapat warna merah bata yang disebabkan ikatan antara atom C 1 pada glukosa dengan atom C 2 fruktosa yang mengakibatkan kemampuan reduksi menjadi hilang. Pada tabung 5 yang berisi larutan amilum, terdapat warna biru yang mengindikasi adanya polisakarida amilum.

Amilum merupakan salah satu karbohidrat kompleks yang dalam hal ini belum mencapai tahap hidrolis sempurna yaitu menjadi glukosa.

2. Pengaruh asam (dehidrasi)

a. Uji Molish
Pada hasil percobaan, tabung 1 terbentuk lapisan warna yang berturut-turut dari atas ke bawah: hijau-ungu-hitam. Hal ini disebabkan karena glukosa merupakan monosakarida yang harus mengalami dehidrasi menjadi furfural. Pada tabung 2 dan 3 terdapat lapisan warna pada tabung reaksi yaitu hijau-ungu-coklat. Amilum dan selulosa merupakan polisakarida sehingga untuk menghasilkan cincin ungu harus melalui hidrolisis menjadi oligosakarida -> monosakarida yang kemudian mengalami dehidrasi menjadi furfural. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka menurut Harper et al (1979) dan menurut McGilvery&Goldstein (1996) yang secara garis besar menyatakan bahwa satu cincin merah-ungu menunjukkan adanya karbohidrat. Pada tabung empat furfural berkondensasi dengan pereaksi Molish menghasilkan cincin ungu yang paling besar karena mengalami proses yang paling cepat.

b. Uji Seliwanoff
Pada hasil percobaan tampak bahwa dalam tabung 1 yang berisi glukosa, warna larutan tidak berubah. Hal ini terjadi karena glukosa tidak memiliki gugus keton sehingga tidak memberikan reaksi terhadap pereaksi Seliwanoff, sedangkan pada tabung 2 yang berisi fruktosa, warna larutan berubah menjadi merah. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka menurut Harper et al (1979) yang menyatakan bahwa fruktosa berwarna merah ceri dengan reagen Seliwanoff resorsinol-HCl.

3. Pembentukan osazon

Pembentukan osazon merupakan cara yang berguna untuk membentuk kristal-kristal derivate gula. Senyawa ini mempunyai susunan kristal, titik leleh dan waktu presipitasi yang khas dan sangat bermanfaat untuk identifikasi gula. Osazon diperoleh dengan menambahkan campuran fenilhidrazin hidroklorida dan natrium asetat ke dalam larutan gula dan dipanaskan dalam penangas air yang mendidih. Reaksi hanya menyangkut karbon karbonil (yaitu gugus aldehida atau keton) dan karbon yang berdekatan. Akan terlihat dengan membandingkan struktur osazon bahwa glukosa, fruktosa dan manosa akan membentuk osazon yang sama.

4. Hasil hidrolisis

a. Uji Benedict
Pada tabung 1a, warna yang terjadi adalah tetap seperti warna semula, pada tabung ditemukan presipitat putih. Hal ini menandakan adanya proses hidrolisis maltosa menjadi dua molekul glukosa. Proses pemanasan mempercepat hidrolisis maltosa menjadi glukosa. Pada tabung 1b, warna yang terjadi adalah coklat tua dan terbentuk presipitat hitam, maltosa mungkin lebih lama terhidrolisis sehingga endapan yang terjadi lebih sedikit. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka menurut Harper et al (1979) dan McGilvery&Goldstein (1996) yang menyatakan bahwa glukosa mempunyai gugus reduksi yang mampu mereduksi pereaksi Benedict. Ion Cu2+ akan direduksi menjadi Cu+ dan akan mengendap sebagai Cu2O.

Hal yang serupa terjadi pada tabung 2a dan 2b yang diisi dengan larutan laktosa. Fungsi HCl pada reaksi ini adalah menghidrolisis laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Galaktosa memiliki sifat mereduksi pereaksi Benedict. Hal ini sesuai dengan dasar teori menurut Harper et al (1979).
b. Uji Seliwanoff
Pada tabung 1, sukrosa terhidrolisis oleh HCl menjadi fruktosa dan glukosa. Karena fruktosa memiliki gugus keton maka ketika bereaksi dengan resorsinol akan memberikan wrna kuning. Sebenarnya warna yang diharapkan adalah merah-ceri, namun karena konsentrasi yang digunakan kecil, maka warna yang terjadi adalah kuning. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka menurut Harper et al (1979) yang menyatakan bahwa fruktosa dapat bereaksi dengan reagen Seliwanoff dan memberikan kompleks warna merah ceri.
Pada tabung 2, maltosa dihidrolisis oleh HCl menjadi glukosa dan glukosa. Glukosa tidak memiliki gugus keton, sehingga tidak bereaksi dengan resorsinol.

Hal yang serupa juga terjadi pada tabung 3, laktosa dihidrolisis oleh HCl menjadi glukosa dan galaktosa. Baik glukosa maupun galaktosa sama-sama tidak memiliki gugus keton, sehingga tidak bereaksi terhadap reagen Resorsinol.

5. Polisakarida

Setelah metabung diuji yod, warna yang muncul berturut-turut adalah biru pekat (hitam), coklat kemerahan, merah hati, merah, orange dan akhirnya warna serupa dengan warna yod. Warna-warna tersebut merupakan indikasi bahwa terjadi proses hidrdolisis sempurna amilum menjadi glukosa. Hal ini ditunjukkan dengan uji yod negatif, karena glukosa jika diuji dengan pereaksi Yod akan memberikan hasil negatif.
Sedangkan setelah diuji dengan Benedict, warna larutan menjadi kuning keruh dan terdapat endapan merah bata yang menandakan bahwa glukosa memilii gugus reduksi yang dapat mereduksi ion Cu2+ menjadi Cu+ dan akan mengendap sebagai Cu2O. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka menurut McGilvery&Goldstein (1996).

Kesimpulan

Dari hasil praktikum di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak cara untuk mengidentifikasi karbohidrat yang dapat dilakukan selain dengan sifat fisik juga melalui sifat kimianya. Pereaksi-peraksi yang digunakan pada identifikasi karbohidrat antara lain: pereaksi Benedict, Fehling, Berfoed, Seliwanoff. Beberapa karbohidrat memiliki gugus fungsi yang berbeda sehingga hal ini sangat berguna pada identifikasi karbohidrat yang berbeda.

Glukosa dan galaktosa memiliki gugus aldhida yang mengakibatkan kedua monosakarida tersebut dapat mereduksi larutan Benedict, yang ditandai dengan adanya endapan merah bata. Hai ini tidak dijumpai pada fruktosa yang memiliki gugus keton. Daya meredusksi terhadap Benedict ternyata mempunyai pengaruh dengan konsentrasi sakarida yang digunakan.

Karbohidrat dapat mengalami dehidrasi menjadi furfural. Uji Molish digunakan untuk membuktikan sifat ini. Monosakarida memiliki sifat fisik yang khas, yaitu melalui pembentukan osazon yang jika dilihat melalui mikroskop akan menunjukkan bentuk-bentuk kristal.

Karbohidrat kompleks mengalami hidrolisis menjadi oligosakarida, disakarida dan kemudian monosakarida. Hal ini dapat diuji dengan menggunakan uji Yod dan uji Benedict.

Biokimia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Biokimia adalah kimia mahluk hidup. Biokimiawan mempelajari molekul dan reaksi kimia terkatalisis oleh enzim yang berlangsung dalam semua organisme. Lihat artikel biologi molekular untuk diagram dan deskripsi hubungan antara biokimia, biologi molekular, dan genetika.
Biokimia merupakan ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi komponen selular, seperti protein, karbohidrat, lipid, asam nukleat, dan biomolekul lainnya. Saat ini biokimia lebih terfokus secara khusus pada kimia reaksi termediasi enzim dan sifat-sifat protein.
Saat ini, biokimia metabolisme sel telah banyak dipelajari. Bidang lain dalam biokimia di antaranya sandi genetik (DNA, RNA), sintesis protein, angkutan membran sel, dan transduksi sinyal.

Daftar isi

[sembunyikan]

[sunting] Perkembangan biokimia

Kebangkitan biokimia diawali dengan penemuan pertama molekul enzim, diastase, pada tahun 1833 oleh Anselme Payen. Tahun 1828, Friedrich Wöhler menerbitkan sebuah buku tentang sintesis urea, yang membuktikan bahwa senyawa organik dapat dibuat secara mandiri. Penemuan ini bertolak belakang dengan pemahaman umum pada waktu itu yang meyakini bahwa senyawa organik hanya bisa dibuat oleh organisme. Istilah biokimia pertama kali dikemukakan pada tahun 1903 oleh Karl Neuber, seorang kimiawan Jerman. Sejak saat itu, biokimia semakin berkembang, terutama sejak pertengahan abad ke-20, dengan ditemukannya teknik-teknik baru seperti kromatografi, difraksi sinar X, elektroforesis, RMI (nuclear magnetic resonance, NMR), pelabelan radioisotop, mikroskop elektron, dan simulasi dinamika molekular. Teknik-teknik ini memungkinkan penemuan dan analisis yang lebih mendalam berbagai molekul dan jalur metabolik sel, seperti glikolisis dan siklus Krebs. Perkembangan ilmu baru seperti bioinformatika juga banyak membantu dalam peramalan dan pemodelan struktur molekul raksasa.
Saat ini, penemuan-penemuan biokimia digunakan di berbagai bidang, mulai dari genetika hingga biologi molekular dan dari pertanian hingga kedokteran. Penerapan biokimia yang pertama kali barangkali adalah dalam pembuatan roti menggunakan khamir, sekitar 5000 tahun yang lalu.